Delicate, Delightful, Delicious
~A Blog

Thursday, June 28, 2007

Mengukur Kekayaan Manusia

Pernah melihat uang sebanyak 206 juta US Dollar? Pertengahan bulan Maret lalu polisi Meksiko berhasil menangkap penyelundup narkoba di sebuah apartemen di Meksiko City beserta tumpukan uang—semuanya dalam bentuk uang kertas—sejumlah 206 juta US Dollar, setara dengan kurang lebih 1.84 triliun rupiah.

Polisinya sangat baik karena memberi kita kesempatan melihat bagaimana “bentuk” uang dalam bilangan triliunan rupiah itu. Ini gambarnya.

Dalam gambar itu, pecahan yang ada kebanyakan adalah pecahan 100 US Dollar. Mungkin Anda pun memikirkan hal yang sama dengan saya sekarang: bagaimana kalau dalam rupiah? Seberapa tinggikah tumpukannya?

Mari kita bayangkan kalau uang sebanyak itu dalam bentuk rupiah, pecahan 100 ribu. Dengan kurs sekarang, selembar uang kertas 100 US Dollar sama nilainya dengan kira-kira 892,000 rupiah. Biar lebih enak, mari kita jadikan 900,000—berarti 9 lembar uang kertas 100 ribuan rupiah. Dengan asumsi ukuran kertas 100 US Dollar dengan 100 ribu rupiah yang sama, kita bisa bayangkan tumpukan uang yang 9 kali lebih banyak dibandingkan yang ada di gambar.

Nah, sekarang kita punya bayangan seberapa “besar” uang 1.3 triliun yang dulu dibawa lari Eddy Tanzil.

Kekayaan orang-orang Asia
Buat Anda yang mathematically challenged, mari kita melanjutkan mimpi kita sedikit.

Saya mendapat data bahwa kekayaan Aburizal Bakrie adalah 10.9 triliun rupiah. Seberapa “besarkah” uang itu dalam pecahan 100 ribu rupiah?

Mungkin angka dalam satuan volume lebih bisa kita hargai, jadi mari kita hitung-hitung sedikit. Saya ambil data ketebalan uang US Dollar kertas dari Dene Williams: 0.010922 cm. Agar mudah, mari asumsikan ketebalan uang kertas US dollar dengan uang 100 ribu rupiah sama. Sedangkan panjang dan lebar uang 100 ribu dari hasil pengukuran pribadi adalah masing-masing 15.3 cm dan 6.5 cm. Dari sini, kita bisa dapat volume untuk selembar uang kertas 100 ribu rupiah: 1.086 cm^3.

Volume 1 lembar uang kertas 100 ribu = 15.3 cm * 6.5 cm * 0.010922 cm = 1.086 cm^3

Karena untuk 10.9 triliun rupiah kita butuh 109 juta lembar pecahan 100 ribu rupiah, maka volume totalnya bisa diperoleh dari

Volume 10.9 triliun = 1.086 cm^3/lembar * 109,000,000 lembar = 118 m^3

Rupanya saya butuh hampir 2 kali lipat ukuran kamar asrama saya sekarang yang (3.5*6*3) m^3 untuk bisa menyimpan uang sebanyak itu.

Tapi Anda jangan salah—orang terkaya Indonesia bukan Aburizal Bakrie, melainkan Sukanto Tanoto dengan kekayaan 25.5 triliun rupiah. Kekayaan segitu berarti kira-kira 2 kali lipatnya Bakrie. Saya butuh 4 kali ukuran kamar saya untuk uang segitu.

Untuk terkaya Asia Tenggara, ada nama Robert Kuok, orang Malaysia di balik jaringan Hotel Shangri-La. Kekayaannya mencapai sekitar 36.6 triliun rupiah. Kali ini saya butuh 7 kali ukuran kamar saya untuk menyimpannya.

Bagaimana dengan Bill Gates?
Kalau di tingkat dunia, the richest man on the planet masih Bill Gates. Kekayaannya 56 miliar US Dollar atau sekitar 500 triliun rupiah. Bukan main—kekayaannya 45 kali kekayaan Aburizal Bakrie. Itu berarti saya butuh 90 ukuran kamar saya sekarang, dengan volume 5,430 m^3.

Volume 500 triliun = 1.086 cm^3/lembar * 5,000,000,000 lembar = 5,430 m^3

Bagaimana dengan beratnya? Lagi-lagi saya asumsikan berat pecahan 100 ribu rupiah sama dengan 100 US Dollar. Menurut US Treasury, berat 1 juta dollar dalam pecahan 100 dollar, atau sejumlah 10 ribu lembar, adalah 22 pounds—hampir 10 kg. Berarti untuk 5 miliar lembar, kekayaan Bill Gates adalah seberat 5,000,000 kg.

Berat 500 triliun = 10 kg/10,000 lembar * 5,000,000,000 lembar = 5,000,000 kg = 5,000 ton.

Kalau kita ambil berat gajah Asia dewasa 4 ton, maka kekayaan Bill Gates adalah seberat 1250 ekor gajah.

Pelajaran
Bagi kita, jangan khawatir. Ini justru pelajaran berharga bahwa sekaya-kayanya manusia, bahkan masih jauh dibandingkan Paman Gober dengan gudang uangnya. Jelas, 5000-an m^3 masih jauh lebih kecil dibandingkan ukuran gudang uang Paman Gober.

Jangan lupa bahwa Allah Maha Kaya. Kalau dalam grafik di atas kita terlihat begitu kecil, maka kekayaan orang terkaya di bumi nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan Yang Maha Kaya. Memangnya berapa Anda bisa menghargai bumi ini? Oksigennya? Hutan-hutannya? Lalu tata surya ini? Galaksi ini? Alam semesta ini? Dengan semua uangnya, Bill Gates juga belum bisa menenggelamkan pulau kecil Singapore. Jangan lupa juga bahwa masih banyak hal lain yang nggak bisa dibeli dengan uang.

Ini sangat mirip dengan email terusan yang saya pernah saya terima. Isinya membandingkan ukuran bumi dengan planet-planet lainnya di tata surya. Ternyata bahkan bumi yang sebesar ini cuma seperti kelereng dibandingkan matahari yang sebesar bola basket. Tapi matahari pun ternyata hanya secuil bila dibandingkan bintang Arcturus. Dan begitu selanjutnya sampai bintang Antares.

Lalu, ada pertanyaan di ujung email itu: aina anta? Di mana Anda?

Singapore,
Sabtu, 23 Juni 2007

Labels: ,

Tuesday, June 26, 2007

A Man People Can Never Escape From

Dosen marketing saya menjelaskan tentang Michael Porter di lecture pekan kemarin. “So, this is Michael Porter, a man we can never escape from when learning marketing, organizational behavior, management, …”

Frase a man we can never escape from terdengar begitu “seram” di telinga saya. Memang, hanya permainan kata-kata, tapi membuat saya berpikir.

Seingat saya, 3 semester lalu saya juga sempat menemukan orang seperti ini—a man people can never escape from—di riset-risetan saya. Jadi, saat itu saya mengambil sebuah mata kuliah nggak wajib yang mengharuskan saya riset untuk topik pilihan sendiri. Entah dulu gimana ceritanya sampai saya terdampar di project berjudul “Techniques and Algorithms for Face Recognition in Surveillance.” Bidangnya lebih ke computer vision, pattern recognition, atau biometrics.

Pergulatan saya dengan paper-paper publikasi yang bahasanya aneh-aneh dengan tulisan-tulisan yang nggak mungkin bisa dimengerti dengan sekali baca mengenalkan saya pada 2 nama: M. Turk dan A. Pentland. Dulu saya memperhatikan kalau di setiap paper tentang face recognition setelah tahun 1991 yang saya baca, selalu ada 2 nama itu di bagian referensinya. Jadi, semua penulis paper pasti akan mereferensi ke publikasi milik mereka berdua yang sangat legendaris di tahun 1991: “Face Recognition Using Eigenfaces.”

Sampai kemudian saya berkesimpulan, rupanya 2 orang inilah yang membangun dunia face recognition. Sederhana sekali—hanya dari sebuah ide tentang sebuah algoritma pendeteksi image wajah dalam format digital, dinamakan Eigenface oleh mereka, dan ide itu sampai sekarang melahirkan banyak lagi algoritma-algoritma lainnya. Sebut saja Fisherface, metode Gabor, dan masih banyak lagi.

Begitulah. Mereka lah yang dulu saya sebut sebagai the man people can never escape from kalau mempelajari face recognition.

Michael Porter juga tampaknya seperti itu. Salah satu kontribusi dia di bidang marketing dan manajemen yang saya pelajari tempo hari adalah tentang the 5 forces analysis miliknya. Analisis ini terutama untuk analisis industri dan strategi bisnis.

Kalau seandainya orang-orang seperti Michael Porter atau Turk dan Pentland adalah Muslim, maka saya yakin tabungan amal mereka akan menumpuk banyak tanpa mereka sadari.

Bayangkan saja ada berapa banyak orang yang mempelajari marketing atau manajemen di seluruh dunia ini. Lalu di antara mereka ada yang terinspirasi, ada juga yang mungkin menggunakan analisis Porter untuk memulai start-up company dan sukses.

Pun dengan orang-orang yang mendalami face recognition. Setiap mereka pasti akan membaca paper Turk dan Pentland. Lalu di antara yang membaca itu ada yang mengembangkan algoritmanya, ada yang menciptakan algoritma baru, yang semuanya untuk pengembangan dunia face recognition. Maka 5 atau 10 tahun lagi kalau teknologi face recognition sudah mudah dijumpai di laptop, kamera, maka itu semua nggak lepas dari jasa Turk dan Pentland.

Mereka ini termasuk kelompok kedua yang disebut dalam sebuah hadits populer, yaitu sebagai anak Adam yang amalnya tetap tersambung dari ilmu yang bermanfaat, ‘ilmun yuntafa’u bihi.

Dalam area atau bidang lain juga tentu ada orang-orang seperti itu, tak terkecuali di ilmu-ilmu agama.

Dalam mempelajari Quran, pasti kita nggak akan bisa lepas dari menyebut nama Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, yang ilmunya kemudian turun temurun sampai Ibnu Katsir. Dari Ibnu Katsir lah terutama sekarang kita bisa mempelajari tafsir Quran.

Dalam bidang hadits, jelas kita nggak bisa menyangkal peran dan kontribusi Imam Bukhari atau Muslim. Walaupun masih ada kitab-kitab hadits lainnya dalam kutubussittah atau lainnya, tapi yang paling utama adalah 2 nama tersebut. Dalam kita mempelajari hadits, nama mereka nggak akan pernah lupa disebut. Dan juga sampai dengan Nasiruddin Al-Albani, muhaddits di abad ini.

Dalam fiqih juga banyak tokoh-tokoh yang banyak kontribusinya, mulai dari imam-imam mahdzab, sampai dengan Yusuf Qaradhawi yang bukunya tersebar di mana-mana.

Orang-orang ini mungkin dulu nggak pernah membayangkan kalau nama mereka akan setenar itu sekarang sampai-sampai setiap orang yang membahas bidang-bidang mereka akan secara sengaja atau pun tidak menyebut nama mereka; ilmu-ilmu mereka juga tersebar secara turun-temurun.

Semangat menjadi a man people can never escape from seharusnya menjadi semangat mahasiswa. Bukan, bukan dari aspek “keartisannya” yang dicari, tapi aspek semangat kontribusi bagi ilmu pengetahuannya. Karena pada dasarnya mahasiswa sedikit beda dengan siswa biasa—baik SD, SMP, maupun SMA. Perbedaan yang sedikit itu yang terkadang sering kita lupakan: mahasiswa dituntut untuk berkarya, berkontribusi. Makanya ada yang namanya skripsi, disertasi, atau tesis di akhir masa studi. Jadi, bukan cuma mengejar nilai dan gelar.

Sekarang, bayangkan kalau ada orang bertanya ke kita, “Sampeyan ngapain sekolah jauh-jauh, tinggi-tinggi sampai S2 atau S3 sih? Bukannya S1 aja udah cukup?”

Gimana? Kalau saya sih Insya Allah sudah mantap dengan jawaban saya.

Singapore,
Senin, 25 Juni 2007

Ini renungan buat saya pribadi yang pingin sekolah sampai bosan. Semoga buat teman-teman yang punya kesempatan bisa terus sekolah. Buat yang nggak, Insya Allah masih banyak jalan lain mengejar kebaikan.

Bahan bacaan:
"Face Recognition Using Eigenfaces", M. Turk, A. Pentland

Perlu dicoba:
Aplikasi face recognition di myheritage.com. Very recommended. Cuma harus register sebentar, upload foto, dan voila--ternyata kamu mirip artis!

Labels: ,

Thursday, June 21, 2007

Setahun Delicate, Delightful, Delicious

Sembari melihat dan membaca-baca kembali tulisan-tulisan saya terdahulu, saya akhirnya merasakan bahwa manfaat utama blog bagi saya adalah sebagai pemberi motivasi agar dapat menulis secara rutin. Walaupun suka bolong-bolong—terbukti ada bulan-bulan tertentu yang saya absen menulis—rupanya setahun ini saya cukup rutin menulis dan berhasil mengumpulkan 47 tulisan.

Maka itu berarti alhamdulillah tujuan utama saya hampir tercapai—menulis 52 tulisan selama setahun. Iya, Anda benar, saya defisit 5 tulisan dari tekad saya. Tapi bagaimana pun saya pikir saya berhak untuk senang :)

Angka 47 menurut saya sudah lumayan, dan dari 47 tulisan itulah saya mendapat pengalaman yang macam-macam, juga interaksi dengan blogosphere yang acapkali menarik selama setahun ini.

Terima kasih buat pembaca-pembaca dan teman-teman yang sudah menemani selama setahun ini. Terima kasih juga bagi yang sudah berkontribusi. Mohon maaf bila ada apa-apa yang kurang berkenan selama setahun ini. Kritik, saran, ide-ide akan selalu saya nanti.

Apa pun itu, saya berharap semoga setahun ke depan ini—di tengah kesibukan macam-macam—bisa menulis lebih banyak dari setahun lepas. Hmm, baiklah, saya rubah sedikit kata-katanya. “Lebih banyak” akan jadi beban, tampaknya. “Lebih rutin”? Ah, benar—ini lebih cocok. Insya Allah.

Ini sengaja saya buat list tulisan-tulisan saya biar lebih enak diakses.

1. Juni 2006 Kisah 2 Orang Jenius
2.
Juni 2006 Gempa di Jogja: Kisah dari Seorang Sahabat
3.
Juni 2006 Rahasia Kebahagiaan: Sebuah Kisah
4.
Juni 2006 Kaleidoskop
5.
Juni 2006 私のしょうらいの考え
6.
Juli 2006 Pulau Rosette
7.
Juli 2006 Berbagi Cita-Cita
8.
Juli 2006 Differentiation: Dari Harley Hingga Pizza
9.
Juli 2006 Marketing Dakwah (Part 1)
10.
Juli 2006 Marketing Dakwah (Part 2)
11.
Juli 2006 Berbaik Sangka Kepada Indonesia
12.
Agustus 2006 Lebah dan Motor di Ancol
13.
Agustus 2006 Menganalisis Persaingan Pusat Perbelanjaan di Depok
14.
Agustus 2006 Dr. Sehat Sutardja: My Passion is in Analog
15.
Agustus 2006 Pembodohan Terselubung
16.
Agustus 2006 41 Tahun Singapore, 61 Tahun Indonesia
17.
Agustus 2006 Siap Untuk Menulis?
18.
Agustus 2006 Menyelami 68% Dunia Blog Indonesia
19.
Agustus 2006 "Apa yang Paling Kamu Syukuri?"
20.
Agustus 2006 Jadi, Buanglah Sampah Pada Tong Sampah
21.
Agustus 2006 Pengokot: Bukti Kekuatan Duet Blog-Milis
22.
Agustus 2006 Yang Berawal Dari Kebiasaan
23.
Agustus 2006 A Blogaholic Day
24.
September 2006 The Long-Awaited Unsolved Problems
25.
September 2006 Guruku Sekarat
26.
September 2006 Lusuh di Balik Kubah Emas
27.
Oktober 2006 Uniquely Singapore Idol
28.
Oktober 2006 Ramadhan, Bulannya Semua Orang (1)
29.
Oktober 2006 Ramadhan, Bulannya Semua Orang (2)
30.
November 2006 Doraemon Forever
31.
November 2006 The Ever-Growing Little Red Dot
32.
Januari 2007 7 Sapi dan 69 Kambing
33.
Januari 2007 Keretaku, Keretamu, Kereta Kita
34.
Februari 2007 The World is Blogging; Are You Not?
35.
Februari 2007 Disini Di Jual Kartu Perdana
36.
Maret2007 Renungan Sepanjang Jalan (Bag 1) Suzanne Jung
37.
Maret2007 Islam Untuk Siapa?
38.
Maret2007 Menatap Satu Dekade ke Depan
39.
April 2007 Bekerja yang Menyenangkan
40.
April 2007 Renungan Sepanjang Jalan (Bag 2) The Beauty Within: Akhlak
41.
April 2007 Permainan-Permainan Masa Sekolah (1)
42.
April 2007 Permainan-Permainan Masa Sekolah (2)
43.
April 2007 Psikologi Anak Sulung
44.
April 2007 Tujuh Gol Itu Bagi AS Roma
45.
April 2007 Dua Juta Dollar Per Tahun Untuk Lee Hsien Loong
46.
April 2007 Manajemen Masjid Singapore
47.
Mei 2007 Agar “Sistem Pencernaan” Sehat: Menulis

Labels: