Delicate, Delightful, Delicious
~A Blog

Friday, April 06, 2007

Bekerja yang Menyenangkan

Sudah 3 bulan ini saya kerja praktek (industrial attachment) di Autodesk Asia Pte Ltd. Saya akui, kantor ini unik sekali. Saya bicara tentang kultur kerjanya. Sepekan saya di sana, dan itulah kesan pertama yang saya dapatkan.

Baiklah, mari saya coba sebutkan satu per satu.

Yang jelas, di Autodesk, penampilan nggak pernah dipermasalahkan. Di saat sebagian besar kantor mengharuskan karyawannya untuk berpakaian formal ala pebisnis lengkap dengan dasinya, di Autodesk, jangan harap Anda akan dengan mudah menemukan orang yang berkemeja lengan panjang sekali pun. Sebagai gantinya, yang ada adalah kaos, polo t-shirt, jaket, jeans, dan bahkan sesekali celana pendek!

Suasana kerja? Yang saya rasakan atmosfernya menyenangkan. Setiap karyawan mendapatkan cubiclenya masing-masing dengan desain dan penempatan yang nggak berkesan menyekat. Jadinya, sering sekali saya menyaksikan lorong di sebuah kelompok cubicle dipakai untuk kumpul dan ngobrol-ngobrol.

Yang paling menarik, belum genap sebulan saya kerja, sudah 3 kali ada acara makan-makan bersama. Yang dua khusus untuk divisi saya—saat itu acaranya makan di restoran demi menyambut kedatangan anggota tim dari Amerika. Satunya lagi adalah perayaan tahun baru China. Untuk yang terakhir ini, makan-makannya untuk semua orang, di sebuah aula besar di kantor.

Belum lagi acara kebersamaan yang cukup sering, seperti perayaan rilis software tempo hari dengan dibuat acara main bowling bersama. Hanya saja saya nggak ikut ke acara itu.

Jadi, masalah kesejahteraan nggak diragukan lagi—ehm, maksud saya masalah suplai makanan. Selain acara-acara makan-makan seperti itu, persediaan kue dan minuman di dalam kantor pun lumayan. Jadi, ada 2 kulkas untuk satu lantai yang dihuni sekitar 70 orang. Di dalamnya, minuman-minuman kotak dan kaleng yang kalau habis ditambah setiap hari. Milo bubuk, kopi, teh—untuk yang seperti ini jangan ditanya lagi. Belum lagi ada kue-kue ringan semacam wafer dan biskuit untuk menemani kerja.

Lalu, jam kerja. Ini juga menarik. Agak beda dengan kebanyakan perusahaan di Singapore yang masuk jam 8 atau 8.30 pagi, Autodesk memilih jam 9.30 pagi. Memang, resikonya, jam pulang jadi mundur sedikit, 6.30 sore. Tapi itu waktu kerja resmi. Benar, saya nggak mencoba berkelakar di sini, tapi jam kerja resmi itu nggak berlaku di Autodesk. Yang banyak dipakai ya jam kerja nggak resmi. Misal, supervisor saya selalu datang 30 menit sampai 60 menit lebih telat dibandingkan saya. Belum lagi beberapa karyawan—saya sampai hapal wajahnya—yang baru muncul sekitar jam 11-an.

Pernah supervisor saya suatu hari tiba-tiba kirim email dari rumah. Tulisnya, “Dear all, I will be working from home as I’m not feeling well today. Thanks.” Lalu, jangan kaget juga kalau Anda lebih sering menyaksikan manager saya nggak ada di tempat dibanding sedang sibuk di depan komputernya.

Kalau melihat waktu kerja dan fleksibilitasnya, saya tahu inilah contoh perusahaan yang berorientasi hasil. Tapi, jangan berpikir bahwa lingkungan yang terkesan santai seperti itu nggak produktif. Yang saya tahu, banyak karyawan Autodesk yang membawa laptop perusahaan ke rumah, lalu menyelesaikan tugasnya di rumah. Jadi, ini cuma masalah memilih jam kerja. Kalau seandainya tugas sudah selesai, tapi masih jam 3 sore, lalu bagaimana? Daripada browsing-browsing nggak jelas, mending main sama anak di rumah. Mungkin begitulah filosofinya.

Harry Sufehmi menyebutnya kerja berorientasi hasil. Dia sendiri menerapkannya di perusahaannya. Makanya pemandangan sehari-hari di perusahaannya, seperti yang ditulis olehnya, sangat beragam. Ada yang kerja dari pagi sampai sore kayak biasa. Ada juga yang kayak kalong—kerja malam, siang tidur. Tapi, nggak semua perusahaan bisa menerapkan model seperti ini. Contohnya saja institusi pendidikan. Kalau guru mengajar berdasarkan mood—wah, nggak bisa dibayangkan.

Jenis kultur seperti ini mungkin yang diperkenalkan oleh Amerika, utamanya oleh Google. Sebagai perusahaan yang agak baru, inovasi-inovasinya sungguh luar biasa. Nggak cuma di fleksibiltas waktu kerja, tapi juga lebih ke pemberian fasilitas-fasilitas yang memanjakan karyawan.

Capek bekerja, Anda bisa setiap saat merenggangkan otot-otot badan di sofa yang nyaman. Bosan? Ada meja pingpong, ada kolam renang, ada meja bilyar—tinggal dipilih.

Kalau yang satu ini, saya yakin Anda akan terkejut. Google menghabiskan lebih dari US$ 100 ribu sehari hanya untuk makanan karyawannya. Hitungannya, US$ 10 per orang per hari. Jadi, ada koki khusus yang masak makanan dengan menu yang beda-beda tiap hari, dengan bahan yang berkualitas. Mengapa? Oh, ternyata mereka melihat bahwa lebih baik mereka menghabiskan uang segitu untuk makanan daripada melihat ribuan karyawannya meninggakan kantor beberapa jam sehari untuk makan siang lalu kembali lagi. Tentunya ini masalah produktivitas. Begitu kata juru bicara Google, Sunny Gettinger.

Sampai di sini, kita nggak heran kalau Google terpilih sebagai yang paling atas di daftar 100 Best Companies to Work For oleh majalah Fortune.

Pertanyaannya: mengapa ada perusahaan-perusahaan yang bisa sampai seperti itu—maksud saya, menghabiskan uang sebanyak itu untuk karyawan mereka? Tentunya alasan yang paling utama adalah menjaga mood kerja karyawan, yang ini berbanding lurus dengan produktivitas. Nggak sedikit orang merasa tertekan luar biasa di hari Ahad sore. Wah, besok sudah kerja lagi. Maka, tujuan kerja—secara nggak sadar—adalah supaya hari ini cepat selesai, ketemu besok, ketemu besoknya lagi, lalu akhir pekan. Dan, betapa senangnya kalau sudah hari Jumat. Rasanya semangat meluap-luap. Kerja jadi nggak tenang karena mengamati jarum jam terus. Kapan ya jam 5? Tapi ya itu tadi—kalau sudah hari Senin, semangat langsung jatuh. Apalagi kalau mengingat ada tugas yang belum selesai, dan membayangkan wajah atasan. Terasa familiar?

Orang-orang seperi ini yang punya kemungkinan besar untuk keluar-masuk perusahaan. Dan, jelas saja, angka turnover yang tinggi bukan hal yang bagus bagi perusahaan, karena mereka sudah investasi untuk training, dan sebagainya. Makanya Google mungkin melihat pengeluaran mereka untuk makanan bukan sebagai pengeluaran, tapi sebagai investasi.

Jadi, bagi manajer atau pemilik perusahaan, memperhatikan motivasi dan mood karyawan demi produktivitas nggak bisa dianggap enteng. Tapi untuk yang karyawan biasa, nggak ada pilihan lain, karena dalam banyak kasus mereka nggak bisa memilih untuk bisa kerja di mana. Maka, hanya satu kata: nikmatilah. Enjoy. Baru, bekerja bisa menyenangkan.

Singapore,
Kamis, 5 April 2007


KBH is the new buzzwod: Result-oriented versus 9-to-5, Harry Sufehmi
100 Best Companies to Work For by Fortune, CNNMoney.com

Google Food Photo Blog, Flickr

Labels:

7 Comments:

  • eh-heh heh betul yah, sayang ga smua pekerjaan bisa bgitu. contohnya testing ato testing ato testing, gw udah bilang testing?

    By Blogger ryy_, at 12:23 AM, April 07, 2007  

  • anda membuat saya pengen apply IA di Autodesk tahun depan, bung...hohoho...

    dah lamaaaaaa benget pengen ngerasain kerja di Google...huhu..semua fasilitas serba enak...dikasih kesempatan buat inovasi sendiri (bayangin aja, 20% waktu buat kerja proyek sendiri! siapa yg ga minat??).

    yah..kalo ga Google..nyoba Autodesk jg gpp lahh...

    *ditabok*

    By Anonymous Anonymous, at 10:57 AM, April 07, 2007  

  • postingan ini sounds familiar..
    so Organizational Behavior! Bahan paper pertamaku tanggal 18 besok!

    Mungkin memang akan lebih mudah dan lebih menyenangkan kalo belajar organizational culture langsung on da spot kayak gini,liat positif dan negatifnya langsung, mempelajari lewat buku sering sangat membosankan...

    By Blogger Gita, at 11:21 AM, April 07, 2007  

  • Hahaha..... begitulah Don. Supervisor ane cuma ngurus asal kerjaan kelar. Beres tho.

    Meskipun keliatan slacking tapi ane biasa jam 11 malem ngerjain project setengah jam. Abis ngegame jam 2 malem ngerjain project setengah jam lagi....
    Abis subuhan juga remote aceess ke IHPC setengah jam. So.... dateng 8.30 doesn't mean always good.

    Thats the way of researcher....

    (postinganmu bikin aku makin males berangkat pagi nih)

    By Blogger Reza de Bhro, at 2:50 PM, April 07, 2007  

  • ryy_>>
    Did I mention NTU students? :)

    fanny>>
    Kan Google kabarnya mau ada di Sg? Siapa tahu tahun depan?
    Tentang Autodesk, mending ngobrol2 juga sama yang lain. Arief, gitu.

    gita>>
    Ah, organizational behaviour kan nggak asik banget dipelajarin di kelas.

    reza d'bhro>>
    Disclaimer: tulisan ini bukan pembenaran buat Anda, Bung. Peace:)

    By Blogger Radon Dhelika, at 12:52 PM, April 08, 2007  

  • Wah selamat ya, kerja di Autodesk :)
    Suasana kerjanya juga enak pula.

    btw; mumpung ada orang Autodesk :) kalau bisa titip pesan, mungkin Autodesk bisa mempertimbangkan membuat versi Linux dari softwarenya ?

    Kalau di Indonesia sih banyak yang sedang mempertimbangkan pindah ke kompetitornya, karena mereka lagi pada pindah ke linux.

    Sekedar info, thanks. Dan sekali lagi, selamat!

    By Blogger Harry Sufehmi, at 11:41 PM, August 23, 2007  

  • Artikel yang bagus, semoga bermanfaat untuk orang banyak. terimakasi infonya.
    kunjungan balik blog saya juga.

    By Anonymous manz, at 12:45 PM, May 13, 2013  

Post a Comment

<< Home