Delicate, Delightful, Delicious
~A Blog

Tuesday, November 28, 2006

Doraemon Forever

Cobalah sesekali Anda bersantai di hari Ahad pagi, dan menonton Doraemon, seperti saya yang baru-baru ini menonton salah satu edisi spesialnya, Nobita no Kekkon Zenya (malam pernikahan Nobita). Selama menonton anime berdurasi 26 menit itu, saya dibuat senyum-senyum sendiri. Ada perasaan nostalgic yang muncul. Bagaimana pun ini adalah tontonan saya ketika kecil. Dan bisa jadi ini tontonan sebagian besar dari kita mengingat salah satu stasiun televisi swasta Indonesia menayangkan tokoh anime yang satu ini sejak 1991. Gambaran kasarnya, kalau yang mulai menonton Doraemon ketika tahun 91 adalah anak SMP ke bawah, bisa jadi semua anak Indonesia yang kelahiran 1980 ke atas akan kenal baik cerita-cerita Doraemon.

Di edisi spesial yang saya tonton itu, ceritanya beralur seperti biasa, sangat Doraemon—atau sangat Nobita sekali, kalau Anda suka menyebutnya begitu. Langsung dikisahkan Nobita yang habis pulang dari toko dorayaki. Di tengah perjalanan pulang saat menyeberang jalan, dia melihat nenek-nenek dengan bawaan berat yang pingin menyeberang ke arah sebaliknya. Tanpa pikir panjang, Nobita langsung membantu nenek-nenek itu. Itulah pembukanya. Selepasnya, saat berjalan melewati tanah lapang, dia melihat Dekisugi dan Shizuka yang sedang latihan drama. Yang satu jadi pangeran, yang satu jadi permaisurinya. Sayangnya Nobita nggak tahu kalau itu hanya sandiwara.

Selanjutnya, adegan yang mudah diduga. Nobita yang cemburu berlari pulang ke rumah, mencari Doraemon. Mengadu, “Doraemon, sebenernya benar nggak sih, Shizuka nanti jadi istriku? “

“Kalau ragu, gimana kalau kita lihat pakai mesin waktu?” Doraemon menimpali.

Singkat cerita, mereka ke masa depan dan melihat semuanya sudah berubah. Giant yang semakin besar, Suneo yang sudah membawa mobil sendiri. Semua berubah—kecuali tentu saja Nobita. Masih tetap ceroboh, nggak bisa diandalkan. Mereka melihat Nobita masa depan datang ke pernikahannya di hotel, dengan terburu-buru tentunya. Tapi dengan segala upaya buru-burunya, termasuk napasnya yang tersengal-sengal, ternyata dia hanya mendapati fakta bahwa dia salah tanggal! Pernikahannya sebenarnya besok, bukan hari itu. Benar-benar Nobita.

Ceritanya tetap dibumbui humor-humor khas Doraemon. Ada adegan Nobita dan Shizuka masa depan yang nggak sengaja menemukan kucing liar. Mereka sebenarnya dikejar waktu untuk bisa datang ke suatu acara, tapi tetap menyempatkan mencari pemilik kucing itu, yang ternyata nggak sederhana.

Kisah 26 menit ini bagi saya cukup mengharukan. Nggak cuma nostalgic, tapi ada sesuatu yang lain dari itu. Saya seperti menyaksikan sebuah episode “kesimpulan” bagi ratusan cerita Doraemon. Ada Giant yang bilang begini ke Nobita, “sekarang rasanya aku tahu kenapa Shizuka-chan milih kamu, Nobita.” Ada juga adegan saat Shizuka mencurahkan perasaannya yang masih belum menentu ke ayahnya. Ayah Shizuka mengelus kepala Shizuka, “keputusan kamu untuk memilih Nobita benar. Anak itu mengharapkan kebahagiaan orang, dan berempati dengan kesedihan orang. Hal itu sangat penting dalam hidup ini. Kalau dia, nggak salah lagi, pasti bisa membuat kamu bahagia.”

Begitulah, memang mangaka Fujiko Fujio belum sempat menamatkan* Doraemon, tapi saya percaya bahwa cerita itu sudah mewakili. Itu tadi, semacam kesimpulan. Nobita yang ceroboh, kurang pintar, kurang cekatan, hampir nggak punya bakat di olahraga, menjadi tokoh sentral di kisah anime ini. Saya nggak bilang bahwa semua aspek di Doraemon bagus. Tetap saja ada hal-hal yang nggak bagus buat anak kecil, terutama mentalitas Nobita yang selalu mencari Doraemon kalau kesulitan. Dan semuanya serba instan. Kalau pingin sesuatu, selalu ada yang bisa dikeluarkan dari kantong ajaib Doraemon. Pintu ke mana saja, senter pengecil, roti buat menghapal, terowongan Gulliver, hantu instan, dan daftar ini berlanjut sepanjang gerbong kereta api. Ada yang bilang bahwa ini dunia impian Fujiko Fujio yang masa kecilnya dihabiskan bersama masa perang.

Terlepas dari itu semua, pesan sentralnya cukup jelas—kalau dilihat dengan kacamata kita sekarang. Seburuk-buruknya karakter Nobita, dia masih punya sesuatu yang selalu membuatnya lebih dari yang lain: kebaikan hatinya. Juga tentunya tentang pertemanan, tentang kejujuran, tentang keadilan. Nggak jarang dalam kisahnya, Nobita yang memakai alat dari Doraemon untuk membalas Giant dan Suneo malah terkena getahnya sendiri. Nilai-nilai seperti inilah yang sepertinya menginspirasi mangaka generasi terbaru. Nggak heran kita menemukan pesan moral tentang pertemanan yang nggak jauh beda antara Bleach dan Naruto, misalnya. Karenanya nggak salah menganggap Fujiko Fujio sebagai salah seorang pelopor manga di Jepang, walaupun sebenarnya dia sendiri terinspirasi oleh Walt Disney-nya Jepang, Osamu Tezuka.

Bagi saya, ada satu kisah Doraemon yang lekat di memori saya. Kisahnya tentang Nobita, Giant, Suneo, dan Shizuka yang semuanya baru dimarahi oleh ibunya masing-masing. Secara kebetulan mereka berempat ketemu di lapangan dan berbagi kisah. Tercetuslah ide untuk bertukar ibu, yang dikabulkan Doraemon dengan alatnya. Akhirnya, Nobita mendapat ibunya Suneo, Shizuka mendapat ibunya Nobita, dan seterusnya. Bisa ditebak, di awal memang mereka berempat menemukan dunia yang “tenang”. Nggak ada acara les piano lagi bagi Shizuka, nggak ada acara jaga warung lagi bagi Giant. Tapi akhirnya semuanya merindukan ibunya masing-masing.

Itulah Doraemon. Robot kucing dari abad 21 yang marah kalau dianggap musang. Dari ide sederhana seperti itu, sudah lahir 45 volume manga seri dan 16 volume manga petualangan. Di Indonesia, sejak 1991, sampai sekarang usia saya kepala 2, masih tetap ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta. Walaupun baru-baru ini suara dubbingnya diganti (ada yang bilang suara Doraemon jadi mirip suara musuhnya Hattori—red), Doraemon tetaplah Doraemon. Bisa jadi sampai nanti saya kepala 3 atau 4, Doraemon masih akan terus ada setiap Ahad pagi.

Belum lama ini, ada buku baru berjudul “101 Most Influential Who Never Lived”. Saya nggak berhak untuk mengkritisi, karena bagaimana pun itu hak pengarangnya untuk menilai sesuatu dari kriteria dan syarat-syarat yang dia tetapkan. Tapi saya yakin nggak sedikit orang yang sependapat dengan saya bahwa banyak yang terlewatkan—atau terlupakan—dari 101 nama itu**. Jelas, bagi saya Doraemon terlupakan di daftar itu. Ah, mungkin pengarangnya nggak menonton Doraemon waktu kecil. Sayang sekali.

Singapore,
Selasa malam, 28 November 2006


* Tahukah Anda bahwa ada 3 versi ending yang sengaja dibuat oleh pembaca? Buat yang tertarik, silakan baca salah satunya di sini.

** Tahukah Anda bahwa ada yang menganalisis Doraemon sebagai yang berperan atas revolusi elektronik di Jepang? Karena plot cerita Doraemon lah yang berperan membentuk wish-fulfilment mentality untuk orang Jepang generasi 70-an. Saat itu pemikiran bahwa orang bisa menyelesaikan suatu masalah dengan mesin dan alat-alat secara lebih efektif dibandingkan hanya dengan kerja keras dan kecerdasan saja menyebar luas. Baca ini.


Bahan Bacaan:
Doraemon di Wikipedia
Artikel tentang Doraemon di
TIME
Nobita no Kekkonzenya di Anime News Network
Daftar 101 Most Influential Who Never Lived di USA Today

dan sedikit
artikel tentang itu

Labels:

5 Comments:

  • back to business akhirnya, Don.

    Gw dulu pernah tuh dilarang nonton Doraemon. Gara-garanya, karakter Nobita itu dianggep mama bikin gw jadi ikut-ikutan cengeng. Hihi... jadi inget. Dulu, marathon film Jepang kan dari jam 7.30 ampe 9.30. Mau gak mau, Doraemon bakalan ketonton juga. Akhirnya diputusin, gw ga boleh nonton film kartun selama jam itu. (geleng-geleng)..

    Untungnya cuma seminggu doank. Minggu depannya, balik lagi deh. Masa-masa yg indah ...

    By Anonymous Anonymous, at 10:43 AM, November 29, 2006  

  • Kirim gih. Ada lomba nulis tentang jepang. Apa aja. Gak tau dah udah bubar apa blom. "Minna minna minna kanaete kureru, fushigina pokke de kanaete kureru"

    By Anonymous Anonymous, at 4:20 PM, November 29, 2006  

  • Tegar>>
    Ah, masa muda.
    dulu sih Doraemon, terus Dragon Ball, kadang-kadang dilanjutin Hattori.

    By Blogger Radon Dhelika, at 11:41 PM, November 29, 2006  

  • wahhh..ternyata kak radon juga nonton doraemon ya..suka nonton UFO BABY kayak si ikono juga gak?baca profil ikono tentang kesukaan nya ama UFO BABY jadi lucu,,dikirain anak cewek doang yang suka..

    Akhirnya,,ada lagi tulisan dari kakak yang satu ini.

    By Blogger Martha-Happy, at 9:49 PM, December 09, 2006  

  • Ulfah Khaerani;>
    hmm..sayang ya aq baru sempet baca blogmu yang ini skrg.. Doraemon memang inspiring BGT! Sepertinya kita boleh menggunakan imajinasi kita sejenak dalm menghadapi n menyikapi apapun yang terjadi dalam hidup kita..

    Demi apapun itu...

    By Anonymous Anonymous, at 10:00 PM, May 31, 2008  

Post a Comment

<< Home