Delicate, Delightful, Delicious
~A Blog

Thursday, November 30, 2006

The Ever-Growing Little Red Dot

Singapore memang negara yang kurang menarik kalau dilihat dari luar. Tapi dari dalam—banyak hal yang sebenarnya menarik untuk dibahas, atau malah dipelajari oleh kita, orang Indonesia, atau orang mana pun.

Di negara ini, konon jika anak TK atau SD disuruh menggambar ayam, maka yang digambarnya adalah paha ayam—mungkin malah yang sudah digoreng. Rasanya nggak ada orang tua di Singapore yang membangunkan anaknya seperti ini: “ayo bangun; ayam aja udah bangun, masa’ kamu kalah.” Juga jangan harap Anda akan bisa menemukan ayam semudah kita menemukan ayam yang berkeliaran di rumah-rumah Perumnas di Indonesia. Ya, sederhana sekali: karena semua ayam di sini kebanyakan didatangkan dari Malaysia dalam bentuk beku.

Itulah yang masih menjadi tanda tanya besar bagi saya sampai sekarang. Bagaimana mungkin negara sekecil ini bisa bertahan sampai sekarang? Jangan lupa bahwa untuk air pun Singapore masih mendatangkannya dari Malaysia melalui pipa-pipa air. Rasanya mungkin saja suatu hari ada cekcok antara pemerintah Malaysia dengan Singapore, kemudian Badawi yang emosi sengaja menutup keran air suplainya. Wah, bisa rontok Singapore. Tapi kenyataannya, hal itu nggak pernah terjadi. Pun ketika beberapa pekan lalu Lee Kwan Yew menyindir fakta marginalisasi ras Chinese di Malaysia yang mengundang komentar pedas politikus Malaysia, beritanya pun hanya sampai di situ.

Salah satu yang spesial di sini adalah perencanaan yang matang di segala bidang, terutama oleh pemerintahnya. Mereka sendiri yang paling tahu bahwa mereka sangat rapuh, mengingat keterbatasan sumber daya alamnya. Ah tidak, saya ralat—bukan “keterbatasan” melainkan “ketiadaan”. Makanya untuk masalah air pun mereka sudah memikirkannya sejak lama, sampai keluar dengan program NEWater-nya. Ini adalah semacam proyek daur ulang air dari air limbah, yang sudah mulai berproduksi sejak tahun 2004.

Itu di level pemerintah. Di level kampus, seperti di NTU pun saya nilai luar biasa. Beberapa pekan yang lalu, NTU mengadakan e-Learning Week untuk pertama kalinya. Sesuai dengan namanya, di satu pekan itu semua kelas kecuali lab ditiadakan, diganti dengan kuliah online. Sudah ada video kuliah yang di-upload di server NTU, dan setiap mahasiswa bebas untuk mengaksesnya kapan saja.

Kegiatan ini sebenarnya dimaksudkan untuk persiapan atau pembiasaan bagi kampus untuk menghadapi hal-hal yang di luar perkiraan, seperti kasus SARS 3 tahun lalu yang memaksa seluruh sekolah untuk libur selama sepekan. Tapi bisa jadi ini juga untuk persiapan menghadapi “ancaman” asap dari negara tetangga yang bisa datang sewatu-waktu.

“Little red dot”—salah satu frase yang ditelurkan oleh Habibie pada 1998. Hal itu yang membuatnya terkenal dan selalu diingat oleh orang Singapore. Bahkan ketika Habibie meluncurkan bukunya tempo hari, harian The Straits Times sampai merasa perlu memuat konfirmasi dari Habibie tentang pernyataannya itu.

Ya, itulah Singapore. Rasanya justru mereka mengambil “little red dot” itu sebagai guyonan; atau malah sebaliknya menjadikannya sebagai motivasi. Bayangkan saja, Straits Times sampai mengadopsi nama itu sebagai nama salah satu suplemen tambahannya.

Melihat Singapore sekarang, Anda bisa punya gambaran bagaimana Singapore di masa depan—minimal 5 atau 10 tahun lagi.

Negara kecil ini sekarang sudah mulai mencari pengaruh dengan menjalin hubungan dengan negara-negara penting di seluruh dunia. Kita bisa melihat kampus (NTU atau NUS) sebagai parameternya. Karena bagaimana pun pendidikan adalah salah satu corong yang dipakai Singapore. Di NTU sendiri, selain mahasiswa-mahasiswa dari Asia Tenggara ditambah China dan India, kini mulai berdatangan mahasiswa-mahasiswa program Master atau PhD dari Iran dan juga Pakistan dalam jumlah yang cukup signifikan.

Saat Indonesia dan Malaysia baru mulai giat sowan ke negara-negara Teluk, Singapore sudah lebih dulu mencium aroma investasi besar dari situ. Yang saya tahu sudah ada beberapa kontrak yang ditandatangani Singapore dengan UEA dan Qatar. Dan sekarang mereka sedang mengincar investor-investor di bidang properti dari Teluk. Yang juga mengejutkan adalah rencana kedatangan lebih dari 200 mahasiswa Saudi program S1 dan S2 tahun depan ke Singapore yang sudah bukan kabar burung lagi. Dengan rencana mendatangkan mahasiswa dari Teluk secara rutin tiap tahunnya, kelihatan sekali niat Singapore untuk memoles posisinya hingga berkilau di mata negara-negara Timur Tengah.

Seperti Amerika yang giat mendatangkan mahasiswa-mahasiswa dari seluruh dunia ke universitas-universitasnya, Singapore pun melakukan hal yang sama dengan tujuan yang sama. Salah seorang pakar pendidikan di Amerika, seperti pernah dikutip Straits Times, kurang lebih mengatakan, “Amerika butuh mendatangkan calon-calon pemimpin masa depan negara-negara lain agar ketika kelak mereka memimpin negaranya, mereka kenal dan familiar dengan Amerika.” Dan saya pikir Singapore sudah sangat berhasil. Setidaknya tahun lalu IDSS (Institute of Defense and Strategic Studies) sudah mululuskan Agus Harimurti (anak Presiden), Loro Horta (anak Ramos Horta), dan Hekmat Karzai (sepupu Hamid Karzai) dari program Masternya masing-masing. Entah siapa lagi yang akan didatangkan oleh IDSS.

Kalau begitu, bagaimana hubungan Singapore dengan the new emerging powers, India dan China? Memang kita bisa berharap untuk melihat batas India China yang akan semakin menipis setelah pertemuan Manmohan Singh dan Hu Jintao pada 21 November lalu, yang semakin memopulerkan terminologi Chindia. Tapi bagi saya, rasanya nggak mustahil juga bagi kita untuk bangun pagi, membaca surat kabar, dan menemukan istilah Singdia dan atau Chingapore menjadi populer dalam 10 tahun ke depan.

Belum lagi kalau kita bicara rencana jangka panjang domestik. Sudah bisa dilihat secara kasat mata niat pemerintah Singapore yang serius menjadikan Singapore menjadi biopolis. Beberapa sekolah baru yang ditempelkan embel-embel “bio” bermunculan di NTU dalam 5 tahun terakhir untuk memenuhi permintaan ini. Tentunya juga kabar-kabar tentang investasi yang terus berdatangan cukup membuktikan Singapore sebagai salah satu negara yang menjadi pilihan investor. Mulai dari Marvell yang memutuskan membuka salah satu design centre-nya di Singapore, US$ 3 milyar yang diinvestasikan IM Flash Tecnologies untuk wafer fab berteknologi mutakhir, hingga Samsung (Korea) dan Siltronic (Jerman) yang bersama membangun wafer fab lainnya dengan nilai investasi US$ 1 milyar. Dua yang terakhir ini diproyeksikan mampu menciptakan lebih dari 16 ribu lapangan pekerjaan untuk electronics engineer, seperti diberitakan The Business Times 13 November lalu.

Begitulah, titik merah kecil itu kini sudah membesar. Kalau dulu tetangganya cukup menunduk untuk melihatnya, kini sudah harus mendongak, dengan bayangannya yang menutupi. Kepalanya juga sudah nggak kelihatan.

Singapore,
29 November 2006


Bahan Bacaan:
“India and China to Double Trade”, BBC News
iN2015, masterplan IT Singapore untuk 10 tahun ke depan

Investasi di Singapore, EDB

Labels:

7 Comments:

  • (geleng-geleng lagi)

    Ck ck ck... pantesan waktu itu bilang gak mau jadi polisi lagi. Ternyata sudah jadi pengamat politik/ekonomi/hubungan internasional tho.

    *btw, bener tuh, Pak Habibi yg cetusin istilah little red dot?*

    **satu lagi: research buat artikel gini, brapa lama, Pak Pengamat?**

    By Anonymous Anonymous, at 9:20 AM, November 30, 2006  

  • Tegar>>
    Err.. ini sih pas lagi pingin nulis kayak gini aja. Agak susah buat nulis artikel kayak gini banyak2. Bukan bidang gw soalnya.

    *Emang bener kok, Habibie.

    **Idenya sih udah dari sebulan lalu. Ya berarti sebulan kali, researchnya, sambil exam.

    By Blogger Radon Dhelika, at 11:56 AM, November 30, 2006  

  • Ngutip lo: Agak susah buat nulis artikel kayak gini banyak2. Bukan bidang gw soalnya.

    Brarti bener donk gw, bidang lo adalah seputar penertiban dan penegakan tata tertib

    *bcandaa... btw, gw masih penasaran ama yg Pak Habibie. Kasih sumbernya donk. Oiya, maap klo nanya lewat boks ini, ga hobi pake japri..*

    By Anonymous Anonymous, at 12:20 PM, November 30, 2006  

  • dulu waktu SARS, NTU di "liburkan" 2 minggu instead of one week, emang udah libur sih, waktu itu menjelang exam, jadi waktu examnya diextend 2 minggu kemudian gitu.

    兎に角 "お目出度う".

    By Blogger BiPu, at 9:52 AM, January 18, 2007  

  • This comment has been removed by a blog administrator.

    By Blogger Cay, at 3:49 PM, February 12, 2007  

  • Baru tau kalo "little red dot" itu hasil imajinasinya BJ Habibie. Baru tau kalo "little red dot" itu hasil imajinasinya BJ Habibie. Ini referensinya.

    By Blogger Cay, at 3:52 PM, February 12, 2007  

  • cay>>
    OK, makasih link-nya

    By Blogger Radon Dhelika, at 10:43 PM, February 12, 2007  

Post a Comment

<< Home