Renungan Sepanjang Jalan (Bag 1)
Suzanne Jung

Saya beranjak memasuki bus saat bus berhenti. Lalu, kaki saya seperti sudah otomatis membawa saya naik tangga ke tingkat dua, duduk di bangku nomor dua dari depan, sebelah kiri. Mungkin ini yang namanya inersia—atau anak sekarang menyebutnya pewe. Kalau sudah biasa sama sesuatu, susah buat meninggalkannya. Sebut saja kopi, tidur setelah Subuh, dan bahkan minum teh manis hangat di pagi hari buat orang Jawa. Tapi kalau saya, nggak ada alasan khusus sebenarnya di balik pilihan bangku itu. Kecuali—ya, mungkin karena pemandangan depan yang jelas dan nggak terhalang dari situ (karena persis di depannya adalah kaca depan bus). Dan mungkin juga karena saya bisa menonton dengan jelas Prime Time Morning-nya Channel News Asia—sarapan pagi saya selama kerja praktek ini.
Memang nggak lama, hanya sekitar 15 menit, tapi karena sudah hampir 2 bulan “dipaksa” nonton PTM setiap pagi, lama-lama jadi familiar juga sama presenter-presenternya, terutama sama Suzanne Jung dengan wajah khasnya. Rasanya wajah seperti itu yang oleh banyak orang disebut wajah oriental—sangat Asia Timur.
Biasanya bus sudah sampai di Hall 4 saat dia bersama Steven Chia mulai membawakan berita internasional secara bergantian. Benar-benar sampai hapal.
Kali ini saya perhatikan baik-baik wajah dan penampilan kedua presenter itu. Soalnya baru semalam saya memupus rasa penasaran saya selama ini tentang orang-orang sejenis itu—maksud saya, tentang pekerjaannya yang jadi presenter. Karena bukan main-main; yang saya tahu, acara PTM itu dimulai pukul 6.30, saat sebagian besar mahasiswa NTU masih asik-asiknya tamasya ke pantai indah kapuk. Jadi, saya mengecek ke website PTM, dan saya terkejut. Yang pertama, saya terkejut karena ternyata Suzanne Jung adalah orang Korea! Wah, padahal saya pikir dia orang Singapore. Berikutnya, coba tebak jam berapa dia bangun setiap harinya demi persiapan PTM. Saya yang berpikiran sederhana awalnya menebak sekitar pukul 3 atau 4. Tapi meleset jauh ternyata. Yang benar, jam 1.30!
Jadi, sekarang saya menonton mereka berdua dengan pikiran seperti itu di kepala saya. Bus sekarang sudah melewati KFC saat saya masih mengamati mereka berdua dengan ketidakpercayaan, ya ampun, orang-orang ini bangun jam 1 ya. Rasanya nggak bisa saya membayangkan kalau saya yang ada di posisi Suzanne Jung. Bayangkan saja, kehidupan seperti apa yang dilakoni dia? Yang terutama mengganjal di pikiran saya adalah tentang jam tidurnya. Kalau menurut wawancaranya di website, selepas PTM jam 9.30 pagi, pekerjaan dia belum selesai. Masih harus membaca dan riset untuk topik berita tertentu, membalas email, berkorespondensi dengan narasumber yang akan diwawancarai besok, dan lain sebagainya. Baru di sore hari dia tidur.
Mata saya masih lekat di tayangan TV Mobile itu. Sekarang sudah laporan ekonomi dan bisnis bersama Jennifer Alejandro. Saya melihat ke luar. Benar, sudah sampai di stadion Jurong West. Inilah mengapa saya sealu ingat dengan lapangan bola setiap kali melihat orang ini di TV.
Saya masih sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan iseng saya di kepala sembari mendengarkan sambil lalu Jennifer Alejandro yang mewawancarai seorang tokoh ekonomi Singapore. Saya nggak terlalu memperhatikan. Saya lebih sibuk di alam renungan sekarang. Bisa jadi Jennifer Alejandro ini juga kehidupannya sama dengan Suzanne Jung dan lainnya. Bangun jam 1.30, menonton siaran berita langsung dari belahan dunia lain, lalu berangkat kantor. Jam 3 atau jam 4 sampai kantor, dan pekerjaan masih banyak: menulis berita, memotong dan mengedit video, yang makan waktu sampai 2 jam. Lalu jam 6 sudah di studio, latihan run-down acara, baca-baca untuk tambahan informasi berita, persiapan, dan “good morning!” PTM selesai, masih kerja, dan mungkin baru pulang kerja sore, di rumah sudah harus tidur jam 9, lalu bangun lagi jam 1. Rutinitas juga—sama dengan saya; hanya beda jam.
Saat saya lihat Suzanne Jung sudah kembali bersama Steven Chia, dan sedang membawakan berita olahraga, ada satu pertanyaan terlintas di kepala saya: bagaimana ngurus anaknya ya?
Betul juga, ini poin yang menarik kalau membahas orang-orang semacam ini. Soalnya jam kerjanya beda sama sekali dengan anak-anaknya. Saat anak-anaknya masih tidur, dia sudah harus bangun dan kerja. Saat anak-anaknya berangkat sekolah, Suzanne Jung sudah nggak di rumah. Saat anaknya pulang sekolah, dia sudah capek, dan mungkin sudah bersiap tidur.
Mata saya menatap highlight pertandingan Ajax melawan Heerenven sambil membayangkan kalau seandainya Suzanne Jung tinggal di Jepang, dan anaknya masih SD. Setahu saya, biasanya anak SD Jepang akan membawa bekal makan siang (bento) dari rumahnya. Tentunya nggak beli, tapi harus dimasak dan dihias-hias oleh ibunya. Dulu sensei saya pernah menunjukkan beberapa foto bento anak-anak SD Jepang yang unik-unik. Lalu, bagaimana dengan Suzanne Jung? Ooh, mungkin suaminya yang masak. Suaminya? Wah, yang repot kalau suaminya nggak bisa masak. Jadinya mungkin bento telur ceplok untuk Senin, telur dadar untuk Selasa, dan ... ah, nggak usah dilanjutkan.
Sebentar, sebentar—itu dari tadi kan asumsi saya kalau Suzanne Jung sudah menikah, lalu punya anak. Mari kita kembalikan ke topik; menurut yang saya baca, sekarang dia 27 tahun, dan kayaknya sih belum menikah. Hmm, lagi-lagi saya jadi kepikiran: belum menikah atau TIDAK menikah ya?
Sebentar, saya juga jadi teringat sama seseorang, namanya Ira Koesno. Masih ingat? Ini presenter zamannya Desi Awar, Ade Novit, Arief Suditomo dan kawan-kawan. Beberapa hari lalu nggak sengaja browsing dan baca berita tentang Ira Koesno. 37 tahun dan belum menikah. Karena karir? Entahlah.
Lho, saya kok jadi aneh. Jelas, ini bukan urusan saya. Ngapin ngurusin mereka?
Saat saya berpaling ke arah TV lagi, sudah muncul sisipan acara “A Muscle A Day”. Oh, berarti sudah sampai Boon Lay. Dan benar dugaan saya, bus sudah bertemu dengan lampu merah terakhir sebelum Boon Lay.
Singapore,
Rabu, 7 Maret 2007
Wawancara dengan Suzanne Jung, Channel News Asia
Berita Ira Koesno, SCTV
10 Comments:
Wah, sempet nonton ya, Don? dulu karena emang gak pernah menikmati yg namanya bangun pagi, jadi gak pernah nonton.
tapi lebih prefer dengerin radio, lebih seru, gak bosenin. coba deh dengerin Class95 atau 987fm. lebih menarik didenger
By
Anonymous, at 10:56 AM, March 08, 2007
Haha... merenung aja yang direnungin kayak gini -_-
By
BiPu, at 12:42 PM, March 08, 2007
hahaha...dari Susan Jung ke tempat tidurnya Susan Jung.
aduh, ga pernah nonton TV lagi nih, ga sempat, banyak kuis gini.
BTW, kalo Bung Radon nanti gimana ? apakah mau nunggu 37 tahun dulu baru merit ?
By
-ian-, at 3:08 PM, March 08, 2007
tegar>>
Ah, kalo radio sih dari dulu emang nggak terlalu suka.
apranum>>
Daripada merenung yang nggak-nggak ...
septian>>
Nanti juga kalo IA jadi suka nonton TV deh di bus; minimal PTM sama acara jalan-jalan kayak Seoul Far Seoul Good.
Ya Insya Allah nggak sampe 37 deh buat merit :)
By
Radon Dhelika, at 10:24 AM, March 09, 2007
shikata ga arimasen... lor
By
BiPu, at 5:42 PM, March 09, 2007
haha. Paradigma umum di masyarakat tentang perempuan, keluarga, dan karir. Biasanya seorang wanita karir, seperti dalam case ini, presenter berita TV pagi, kalau belum menikah padahal sudah menginjak usia2 tertentu, keMUNGKINan besar diduga karena alasan karir. Wallahu a'lam. Allah dan mereka sendiri lah yang lebih tahu =)
By
Anonymous, at 8:43 PM, March 14, 2007
fika>>
Eh, aku refer ke Ira Koesno lo, bukan ke Suzanne Jung; yang tentang alasan karir.
Tapi iya nih, kebiasaan berburuk sangka. Padahal siapa tahu ada alasan lain ya. Makanya sebelum jadi gosip, mending topik gini diakhiri.
By
Radon Dhelika, at 4:15 PM, March 15, 2007
ayo...ayoo...diupdate lagi dong blognya
By
Gita, at 1:46 AM, March 31, 2007
Mungkin saya bisa mendapatkan satu perajaran dari sebuah artikel yang anda tulis, saya ucapakan banya terimakasih mungkin tidak hanya bermanfaat bagi saya akn tetapi ber manfaat untuk semua orang juga.
kunjungan balik blog
haturnuhun :D
By
manz, at 11:23 AM, May 14, 2013
Good postt
By
Hillary Boyle, at 4:24 AM, June 11, 2022
Post a Comment
<< Home