Delicate, Delightful, Delicious
~A Blog

Friday, March 16, 2007

Menatap Satu Dekade ke Depan

Tiba-tiba saya teringat 11 tahun yang lalu. Sebelas tahun, berarti tahun 96, saat saya kelas 4 SD. Saat itu ada sinetron yang cukup terkenal: Janjiku. Tapi kalau diingat-ingat, saya akui saya sudah agak lupa jalan ceritanya. Mungkin dulu cuma ikut mendengar sound track-nya di TV.

Dua tahun setelahnya, sinetron Tersanjung muncul. Kalau yang ini, saya masih ingat beberapa potongan kisahnya.

Lalu, sembilan tahun setelahnya—sekarang—saya menemukan sound track Tersanjung dan Janjiku dalam format mp3. Sangat nostalgic sekali saat mendengarnya. Inilah yang sebenarnya membawa saya terkenang masa 11 tahun dan 9 tahun yang lalu.

Saya coba ingat-ingat lagi. Tapi, sekuat-kuatnya saya menggali memori, rupanya nggak sampai mendapatkan cerita utuh untuk 2 sinetron tersebut. Paling cuma teringat Paramitha Rusady atau Lulu Tobing sebagai tokoh utamanya. Jadi, kalau Anda tanya saya jalan cerita Tersanjung, misalnya, saya memilih angkat tangan.

Saat saya amati, saya kemudian baru tersadar tentang lirik-lirik lagu itu. Ternyata memang beda, apa yang ada di pikiran anak SD kelas 4 dengan yang ada di pikiran saya sekarang. Yang saya perhatikan, ternyata 2 lagu itu punya benang merah—alias persamaan. Coba perhatikan beberapa bagian lirik yang saya amati berikut ini:

Hari berganti hari, seolah waktu akan berlari
Usah sesal di hati, seandainya ku dapat mawas diri
Kini ku takkan menyesali ... (OST Tersanjung)

Inikah jalanku, ternoda dan malu
Terlanjur kuserahkan diri, utuh padamu
Tak pernah kuduga, dendammu membara
Apa daya ku tlah berjanji, setia sampai mati
...
Cinta kau balas dengan tuba, mengapa oh mengapa (OST Janjiku)

Bukankah semuanya hampir membawa tema yang sama? Tentang dendam dan kekecewaan, tentang perempuan yang ternoda, tentang kekerasan di rumah tangga, tentang perselingkuhan, dan Anda bisa menyebutkan yang lain.

Nah, yang menyentak saya adalah saat saya menyadari kalau lagu-lagu dengan tema seperti itu ternyata telah akrab di telinga saya saat saya bahkan belum bercelana biru. Tapi yang jelas bukan cuma saya saja, karena saya masih ingat teman-teman sekelas dulu juga suka membahas cerita sinetron yang ditonton kemarinnya, selain melantunkan lagu-lagu tersebut di kelas. Jadi, selain pembahasan cerita Shulato atau Saint Seiya, ada selingan-selingan pembicaraan seperti “wah, kemarin kasihan banget si Bagas sama Ayu” yang tentu saja mengacu ke sinetron lainnya di tahun 1996, Noktah Merah Perkawinan.

Walaupun nggak menemukan mp3 untuk Noktah Merah Perkawinan, secara mengejutkan saya bisa dengan mudah melantunkan kembali lagu sound track-nya, walaupun cuma beberapa baris. Lucunya, kalau dipikir-pikir, saya yang waktu itu masih kelas 4 SD belum paham apa itu noktah, apa itu mahligai, dan sebagainya. Jadinya, hanya mendengarkan lagunya, mengikuti jalan ceritanya, tapi untungnya nggak banyak berpikir tentang ceritanya atau menganalisis kenapa begini, kenapa begitu. Hanya ingat di situ ada Ayu Azhari, Bagas, lalu Mas Pri alias Cok Simbara.

Itu dulu—di tahun 90-an. Satu dekade kemudian, tema yang muncul semakin beragam, semakin rusak. Selain perselingkuhan dan kekerasan rumah tangga, sekarang semakin banyak tema lain seperti anak SMP married by accident, anak SMP yang disibukkan oleh pacaran, anak SMA yang berantem karena pacarnya selingkuh, dan selebihnya kita tahu sama tahu. Lebih-lebih, sinetron seperti itu kini disodorkan ke masyarakat dalam balutan isu plagiarisme.

Jadi, zamannya sudah berubah. Dulu, tahun 90-an, nyanyiannya anak TK sampai SD masih lagu-lagu Joshua semacam “diobok-obok airnya diobok-obok” atau lagu-lagu Trio Kwek-Kwek. Sekarang kalau kita perhatikan, istilah “artis cilik” sudah musnah dari kamus bahasa Indonesia sejak lama. Jadi, sebagai gantinya, dari mulut anak tetangga saya yang berumur 3 tahun keluarlah lagu-lagu paling gres Peter Pan, atau bahkan Teman Tapi Mesra-nya Ratu. Lirik-lirik yang dinyanyikannya seperti ini:

... cukup saja berteman denganku, jangan kau meminta lebih,
ku tak mungkin mencintaimu, kita berteman saja, teman tapi mesra ...

Yang perlu diingat, ini dinyanyikan oleh anak umur 3 tahun! Tentu saja yang dibuat pusing adalah orang tuanya, terutama kalau ditodong pertanyaan, “Ibu, jarang dibelai itu maksudnya apa?” atau “Bapak, memangnya teman nggak boleh mesra ya?” Wah, dalam hal ini Kak Seto pun mungkin akan kesulitan.

Saya akui, saya melihat anak tetangga saya itu dengan perasaan gemas. Jelas, menyaksikan anak seusia itu menyanyikan lirik-lirik semacam TTM sangat terlihat lucu. Tapi juga ada perasaan lain yang muncul. Entah, saya nggak bisa menjelaskannya.

Dalam bayangan saya, pemandangan yang ingin saya saksikan adalah pemandangan anak-anak yang melantunkan hapalan Quran mereka. Terlalu utopis mungkin, tapi bukan berarti mustahil. Kisah sekolah penghapal Quran bagi anak balita di Iran mungkin bisa jadi inspirasi buat kita.

Yang perlu diingat, itu semua adalah kisah zaman sekarang. Berita buruk bagi kita, karena tantangan nanti untuk generasi berikutnya—generasi anak-anak kita—akan berbeda tentunya. Dan bisa ditebak, tantangan terbesarnya adalah dari TV dengan segala macam acaranya.

Dengan kenyataan seperti itu, sekarang semakin banyak keluarga yang memutuskan tidak memiliki TV sama sekali di rumah mereka. Salah satunya pasangan Indi dan Rani yang sekarang tinggal di Singapore. Selain mereka, seingat saya masih ada lagi beberapa contoh keluarga lainnya yang melaksanakan hal serupa. Bahkan tahun lalu ada kampanye hari tanpa TV oleh yayasan Kidia.

Memang, bukan berarti kita nggak boleh punya TV. Tapi semuanya berpulang ke kita sebagai orang tua nantinya. Jadi, bagaimanasudah punya bayangan tentang mendidik anak nanti?

Singapore,
Jumat, 16 Maret 2007


Wajib nonton:
Ringkasan acara TV Indonesia, Youtube
Bahan bacaan:
"Cerita dari sekolah hapalan quran anak balita", Multiply

"Tembus 356 Episode, Tersanjung Masuk MURI", detikHot

Tulisan baru Harry Sufehmi, "Kilas Balik: Hidup Tanpa TV"

NB: Saya utak-atik html tulisan ini, tapi semua comment-nya malah menghilang :( Jadi, mohon maaf buat yang udah ngasih komentar untuk tulisan ini. Ada yang bisa bantu recover?

Labels: ,