Lebah dan Motor di Ancol
Selalu menyenangkan rasanya bisa ketemu orang-orang yang belum kita kenal. Apalagi bila orangnya lebih tua dari kita, lebih banyak ilmunya, lebih kaya pengalaman. Lalu ngobrol. Belajar darinya. Setelahnya, biasanya, akan timbul binar-binar semangat.
Sebut saja namanya Pak Susilo (bukan nama sebenarnya). Orang inilah yang menginspirasi saya buat menulis tulisan ini. Seorang karyawan di PT Pembangunan Ancol Jaya, bagian marketing, terutama mengurus masalah sponsorship, event, dan segala yang berhubungan dengan marketing Ancol. Rasanya posisi beliau di perusahaan sudah cukup mapan, soalnya saya bertemu dengan beliau di Singapore, berencana menghabiskan 1 tahun ke depan di NTU, program MBA dengan beasiswa patungan antara NTU dan Ancol.
Ancol? Memang, setelah tahu kalau Pak Susilo ini karyawan Ancol, rasa penasaran saya tergelitik. Soalnya, selama saya di Depok beberapa pekan saat liburan kemarin, setidaknya saya melihat beberapa iklan Ancol di koran, majalah Annida, TV. Ancol-Jakarta Baycity, katanya.
Yang membuat saya tertarik saat itu adalah beberapa perubahan yang dilakukan Ancol. Lho, memangnya ada apa dengan Ancol? Nggak cuma lambang dan namanya saja yang berubah menjadi lebih manis, tapi juga isinya pun konon banyak dirombak. Begitu yang saya dengar dari testimoni beberapa teman dan tetangga yang baru berkunjung ke sana. Gelanggang Renang menjadi Atlantis, dan Gelanggang Samudra ditambah wahana baru—sinema 4D yang menarik pengunjung-pengunjung bermobil BMW atau Innova untuk datang juga. Padahal sebelumnya, katanya, hanya mobil-mobil seperti Daihatsu Carry saja yang menghiasi pelataran parkir Gelanggang Samudra (sekarang bernama Samudra Ancol—pen).
Saya menangkap kesan bahwa tampaknya Ancol sedang berbenah. Ada sebuah proyek besar—semacam revitalisasi brand, atau perbaikan citra. Dan tampaknya begitu adanya, menurut Pak Susilo. Belum cukup dengan itu, Ancol pun punya rencana jangka panjang pembangunan Ancol-Jogja Baycity dan Ancol-Bali Baycity. Tampaknya ingin menegaskan keseriusan Ancol menjadi tempat rekreasi utama orang Indonesia dan juga sebagai BUMD milik Pemda DKI Jaya yang labanya paling besar.
Itu saja? Ternyata tidak. Yang luar biasa—yang membuat saya lebih tercengang adalah kabar keseriusan Ancol untuk memperbaiki citra Ancol selama ini yang lekat dengan image “mobil goyangnya” di sepanjang pesisir pantai Ancol. Sekarang sepanjang pesisir pantainya dipasang lampu-lampu terang, dan juga digiatkan patrolinya. Menurut Pak Susilo, nggak mudah memperjuangkan hal itu ke pihak manajemen Ancol. Butuh waktu yang panjang. Masalahnya, ada semacam kode etik di tingkat manajemen bahwa mengganggu orang yang sedang berekreasi itu haram hukumnya, alias terlarang.
Menurut Pak Susilo juga, sekarang beberapa karyawan di Ancol juga sudah berhasil diajak ikutan ngaji, termasuk Presdirnya. Makanya semakin banyak saja hal-hal positif di lingkungan Ancol, seperti pengadaan sholat Jumat tambahan di kawasan yang dulunya belum ada sholat Jumatnya di Ancol.
Dakwah kantor memang menarik. Ada kekhasannya sendiri. Selain di Ancol, ada juga milis pengajian-kantor yang cukup terkenal. Per 1 Agustus 2006, membernya sudah mencapai 5009. Dan kabarnya mereka juga secara rutin mengadakan acara pengajian dengan mengambil tempat di kantor-kantor di bilangan Thamrin, Sudirman, atau Gatot Subroto.
Atau ada lagi kisah seorang karyawan Metro TV yang memperjuangkan kelayakan musholla di kantornya. Karena Metro TV tadinya hanya menyisakan bekas ruang tunggu para supir untuk dijadikan musholla. Luasnya pun hanya 3x5 meter. Kisahnya luar biasa.
Memang muslim itu seperti lebah, yang membawa kebaikan di mana-mana. Atau, ada teman yang memakai padanan kata “motor kebaikan”. Ingat, “motor kebaikan”, bukan “generator kebaikan”. Memang, generator kebaikan juga bagus, katanya, tapi itu masih level dasar. Yang lebih hebat lagi adalah motor kebaikan. Karena ada perbedaan yang mendasar antara generator dengan motor. Generator hanya menghasilkan listrik sedangkan motor lebih hebat karena bisa mengajak komponen lain untuk ikut bergerak juga menghasilkan sesuatu—dalam konteks ini, menghasilkan kebaikan.
Menarik rasanya menunggu lebah-lebah, atau motor-motor lainnya muncul di belantara kantor di sepanjang Jalan Thamrin di Jakarta, misalnya. Siapa tahu suatu hari nanti akan dibangun masjid besar di situ, dan setiap Zuhur Jalan Thamrin akan sangat sepi. Semua karyawannya memilih untuk sholat jamaah di masjid itu. Dan, setiap manajer perusahaan nggak punya pilihan lain selain mengizinkannya, walaupun harus dengan menggigit jari. Ya, siapa tahu.
Ngomong-ngomong, kenapa bukan kita sendiri yang menjadi lebah-lebah atau motor-motor itu?
Singapore,
Menjelang Maghrib, 1 Agustus 2006
Labels: Islam
2 Comments:
Mas/Pak, kalau punya foto/image musholla ancol (deket pantai/kapal pecah) yang terbuka (gak ada tembok kanan kiri, hanya pagar) boleh disharing ? kami perlu untuk inspirasi buat desain musholla di kompleks. terimakasih banyak atas bantuannya. (sicak2000@yahoo.com, agus p, jak-tim)
By Anonymous, at 1:05 PM, September 06, 2006
Tidak hanya Ancol...semua tempat rekreasi di Jakarta harus berbenah...agar lebih menarik pengunjung dr luar jakarta dan mancanegara...
By sheshel, at 12:58 PM, May 05, 2010
Post a Comment
<< Home