Lusuh di Balik Kubah Emas

Saat itu nggak ada orang yang membenarkan kabar itu di milis. Pun saya yang memiliki KTP Depok dan tinggal cukup lama di Depok menyangsikan kabar itu. Sejauh yang saya tahu, masjid yang agak besar di Depok hanya Masjid Baitul Kamal di komplek Walikota dan Masjid UI yang biasa dikenal sebagai Masjid Ukhuwah Islamiyah.
Kabar itu hanya berlalu sekilas di memori saya sebelum tertumpuk informasi-informasi lain. Praktis, informasi tentang masjid itu terkubur begitu saja.
Tapi, saat saya berada di Depok bulan Juli lalu, memori itu seperti terkuak kembali. Salah seorang teman SMA saya bercerita demikian. “Eh, udah tahu masjid besar yang katanya kubahnya dari emas di daerah Sawangan belum?”
Kali ini rasa penasaran saya benar-benar membuncah. Harus dicek nih kebenarannya, pikir saya. Maka, di tengah berbagai aktivitas selama liburan, di pertengahan Juli saya menyempatkan mencari lokasi masjid yang diceritakan teman saya itu. Kira-kira 1 km dari arah pertigaan Parung Bingung ke arah Cinere, sebelum SMA 6. Dan, benar saja, pemandangan yang saya temui benar-benar membuat orang yang tadinya sudah mengantuk siap tidur bisa terbelalak dan bangun kembali. Bukan saja karena kemegahan dan struktur bangunannya, tapi lebih karena lokasi masjid sebesar dan sebagus itu yang letaknya di pinggiran Depok yang masih belum berkembang. Anda masih bisa menjumpai sawah, kebun, dengan rumah-rumah yang jarang. Hanya ada satu angkot yang melayani trayek itu, sehingga lalu lintas masih relatif lancar di sepanjang jalan raya yang nggak terlalu lebar itu. Persisnya di kelurahan Meruyung, kira-kira 6-7 km dari pusat Kota Depok.
Yang mengherankan, di bulan Juli itu saja masih banyak teman saya yang belum sadar akan keberadaan masjid fenomenal itu di Depok. Saya coba tanyakan tentang masjid itu ke beberapa teman saya, dan rasanya hanya 1 dari 10 orang yang tahu, atau minimal pernah mendengar tentangnya.
Memang, saat saya mengunjunginya di bulan Juli itu, sekelilingnya masih ditutupi seng-seng. Lokasi masjidnya sendiri pun nggak langsung berbatasan dengan jalan raya; kira-kira 200 meter dari pintu masuknya. Di sekitarnya tampak seperti komplek yang asri dengan tanaman-tanaman dan air mancur. Pantas saja belum banyak orang yang tahu. Bisa jadi orang-orang yang lewat di depannya saja nggak sadar karena masih tertutup.
Dan akhirnya Kompas memuat beritanya di bulan Agustus lalu. Menurut tulisan di Kompas, masjid itu kepemilikannya atas nama pribadi. Pemiliknya, Hj Dian Djuriah Maimun Al Rasjid, adalah ketua umum Yayasan Dian Al Mahri. Beliau membangun masjid itu dari tahun 2001. Menurut teman saya yang tinggal di daerah itu, semuanya berawal dari pengajian rutin yang diadakan di daerah itu. Dengan inisiatif dari Dian Djuriah, mereka kemudian membangun masjid yang kini digunakan untuk pengajian dengan jumlah orang ribuan.
Lalu, beberapa hari lalu saya membaca sebuah artikel bagus yang cukup inspiratif, yang secara kontras membahas sisi yang sangat bertolak belakang dengan kisah saya barusan. Menyentuh sebuah sisi Kota Depok yang jarang diketahui atau dipikirkan orang.
Sang penulis secara khusus membahas fenomena anak-anak jalanan—bisa berarti anak-anak terminal, anak-anak stasiun—dalam balutan gemerlapnya mal-mal dan pusat perbelanjaan yang berderet di jantung Kota Depok. Nggak jarang kita menjumpai anak-anak jalanan yang berkeliaran di depan Plaza Depok, atau mengemis di jembatan penyeberangan. Atau di depan Detos (Depok Town Square), atau di seberangnya, di depan MargoCity. Dengan cahaya yang sangat gemerlap dari MargoCity di malam hari, terutama dari lampu sorotnya yang membelah langit malam, komplitlah ironi pemandangan itu. Lampu beribu-ribu watt seperti yang dipakai mercusuar itu menjadi pemandangan latar untuk anak-anak berpenampilan lusuh yang tampak tetap ceria bermain. Sang penulis memberi judul tulisannya dengan “Taman Bermain Ribuan Lampu.”
Ah, memang begitu. Selalu ada hal-hal yang tampak bertolak belakang satu sama lain di dunia ini. Padahal jaraknya sangat dekat; padahal masih sama-sama di Depok. Yang satu megah dengan lapisan emas di kubahnya. Yang satu lagi, berkilo-kilo meter menuju jantung Kota Depok, tepat di belakang bangunan gedung kantor Walikota yang baru, ada sebuah rumah singgah untuk anak-anak jalanan. Nggak banyak yang tahu hal ini.
Melihat kondisi ini pun lagi-lagi seperti sebuah kelakar. Sangat lucu menurut saya; di balik tembok komplek walikota, kira-kira 100 meter ke arah belakang, dibatasi oleh rel kereta api, masih banyak rumah-rumah penduduk yang sangat kumuh di Kampung Lio.
Rumah singgah yang barusan saya sebut pun sebuah fenomena. Pak Gito dan Bu Anna adalah sepasang suami istri yang merelakan rumahnya dipakai sebagai rumah singgah itu sejak beberapa tahun lalu. Mereka mengajak anak-anak sekitar, atau yang ditemui di terminal; yang nggak terurus oleh orang tuanya atau yang nggak bisa sekolah untuk ikut belajar di rumah singgah. Anak-anak usia sekitar 4 tahun sampai SMP itu diajari oleh mereka berdua untuk membaca, menulis, menggambar, dan sebagainya. Tapi yang terutama adalah pelajaran tentang akhlak, juga tentang nggak baiknya meminta-minta dan turun ke jalanan, dan sebagainya. Banyak dari mereka yang sekarang sudah bisa membantu orang tuanya secara finansial, dengan berjualan kantong plastik di pasar, misalnya.
Tetapi, rumah singgah di Depok bukan cuma itu saja. Ada juga rumah singgah lainnya di terminal Depok. Belum lagi kalau kita bicara tentang rumah-rumah di sekeliling danau Lio milik tukang-tukang becak. Beberapa membangun rumah itu persis di atas rawa-rawa. Saya nggak tahu bagaimana urusan sanitasi untuk rumah-rumah kumuh seperti itu.
Yang saya lihat, ada sesuatu yang terlupakan. Saya berandai-andai bila dana pembangunan masjid itu setengahnya saja disalurkan untuk pendidikan anak-anak jalanan itu. Atau bila biaya listrik untuk lampu sorot MargoCity itu digunakan untuk kepentingan lain. Ah, tapi memang saya belum tahu banyak untuk bisa berkomentar. Karena saya yakin pemikiran seperti ini bagaimana pun terlalu dangkal kalau hanya dilihat dari satu sisi.
Singapore
Selasa malam, 26 September 2006
Hari ke-3 Ramadhan
Sumber foto-foto:
Foto-foto Masjid Yahoo! Photos
Foto-foto anak-anak Yoyok’s Site, Our Words Our Power
Rekomendasi bacaan:
Masjid Berkubah Emas Dibangun di Depok Kompas