A Blogaholic Day
Aku Ivan. Sekarang sedang kuliah teknik elektro di luar negeri. Entah bagaimana ceritanya, aku lagi ketagihan sama makhluk bernama blog. Temanku saja ada yang bilang kalau Ivan itu full-time blogger, part-time student. Wah.
Semalam baru saja aku nonton trilogi The Godfather yang terkenal itu. Tapi entah kenapa, di tengah-tengah film yang kedua, aku serasa mendengar Godfather disebut sebagai blogfather. “Blogfather … blogfather,” begitu. Ah, kayaknya kuping agak nggak beres nih, pikirku. Aku pun akhirnya langsung merebahkan diri dan tidur. Mungkin kecapekan karena kebanyakan ngeblog.
Dan pagi ini sudah segar lagi rasanya. Sudah siap untuk hari baru, aktivitas baru, kuliah lagi. Ok, aku pun bangkit dari tempat tidur. Kutarik napasku dalam-dalam. Ah, memang bangun pagi-pagi itu segar. Apalagi di asrama ini kebanyakan isinya orang asing yang mayoritasnya bangun siang. Kurapihkan sebentar meja belajar di kamarku yang semalam masih dibiarkan berantakan. Aku memungut bungkus VCD The Godfather yang kupinjam dari teman. Kuletakkan di tumpukan buku. Lalu, sebenarnya masih ada lagi film menarik rekomendasi temanku yang jadwalnya mau aku tonton malam ini. Kucari-cari di bawah tumpukan brosur-brosur. Nah, ini dia. Lho, kok aneh, pikirku. Alisku terangkat dan mencoba melihat dari dekat bungkus VCD film yang satu ini. Tulisannya agak aneh: “Batman Blogins”. Aku menghela napas. Kuusap-usap mataku, berharap ini hanya karena capek. Tapi tulisannya masih seperti itu.
Baiklah. Mungkin yang ini benar-benar salah cetak. Akhirnya setelah semuanya beres, aku pun memutuskan untuk berangkat ke kampus. Menurut jadwal, ada kuliah jam 8.30 ini. Kulihat jam tanganku. Masih jam 8 lewat sedikit. Akhirnya kuputuskan untuk mampir ke kantin dan sarapan dulu. Aku melihat deretan meja-meja kantin dan berharap akan bertemu seorang atau dua orang anak Indonesia, dan tampaknya ada Daus di meja ujung. Jambulnya itu yang membuat dia gampang dikenali, bahkan dari jauh sekali pun.
“Eh, ada kuliah pagi-pagi gini?” sapaku.
“Nggak sih. Mau main-main dulu aja di library,” ia menjawab tanpa memalingkan mukanya ke aku. Tampaknya sangat sibuk dengan cheese prata-nya sambil konsentrasi mendengarkan musik lewat earphone-nya. Penasaran, aku langsung menyerobot saja. Kutarik satu buah yang ada di telingan kanannya, dan kupasang di telingaku. Hmm, lagu lama.
“Gimana? Blogstreet Boys tuh. Yah, udah agak lama sih, tapi masih lumayan ...”
“Eh apa?” aku langsung menyahut. “Tadi ngomong apa?”
“Blogstreet Boys?” Daus tampak heran.
“Backstreet Boys!”
“Iya, Blogstreet Boys. Kamu kenapa sih?”
Hh, aku benar-benar nggak habis pikir. Kayaknya benar-benar kupingku yang bermasalah.
Tiba-tiba, seorang anak yang duduk di samping kiri Daus ikut buka mulut, “tapi kalau ngomong-ngomong soal boyband lama, saya sih lebih suka New Kids on the Blog ...”
“Oh ya, belum kenal kan? Ini Angga. Anak baru. Ngambil teknik sipil di sini,” Daus mengenalkan.
Aku masih geleng-geleng kepala nggak percaya. Tadi Blogstreet Boys, sekarang New Kids on The Blog? Yah, walau bagaimana pun aku tetap mengulurkan tangan ke Angga, “Ivan.” Aku melanjutkan basa-basi, “dari mana asalnya?”
“Dari Blogor.”
Kerutan di dahiku rasanya semakin banyak saja. “Oh iya, katanya sebelum pindah ke Blogor, Angga ini dulu tinggal di deket terminal Blog M situ lo. Deket rumah kamu, kan?”
Melihat aku nggak bereaksi apa-apa, si Daus malah melanjutkan dengan sesi tutorial pagi buat si Angga, “iya, jadi kamu yang rajinlah kuliah di luar negeri ini, bla bla bla, walaupun di sini teknobloginya lebih maju, jangan terlena. Justru kita belajar, dan jangan lupa nanti buat pulang ke Indonesia, bla bla bla. Oh iya, tapi jangan belajar terus. Kamu juga harus bloganisasi, bla bla bla, mungkin enak jadi blogistic aja kalau masih tahun pertama, bla bla bla, tapi harus seimbang, jangan sampai nilai kamu jeblog.”
Aku sudah semakin pusing. Omongan si Daus yang seperti kereta api itu bagiku seperti terdengar “blogblogblog karena blogblog, sehingga blogblog. Daripada blogblog blogblog, mendingan blogblog. Blogblogblogblogblog.” Cukup!
Ah, akhirnya aku memutuskan untuk langsung menuju ke lecture theatre. Mungkin di sana lebih tenang, dan aku bisa lepas dari semua ini.
Aku menunggu lift bersama beberapa orang yang juga tampaknya ingin pergi kuliah ke tempat yang sama. Saking banyaknya hal yang jadi pikiran di kepalaku, aku sampai nggak sadar kalau aku menghalangi jalan. Dan, benar saja. Hal yang ditakutkan terjadi lagi. “Excuse me, you are blogking my way.”
Aku jadi tersadar dari lamunan. “Aah, ee, did you just say blog?” Tapi sayang, orang itu sudah jauh.
Di lecture theatre pun ternyata sama saja. Aku mengambil tempat duduk di baris nomor dua dari depan. Tiba-tiba temanku, Peng Ho mengambil tempat di sebelahku. Wajahnya tampak agak memelas.
“Ivan, have you submitted your report to the blogfessor already?”
“Sorry?” lagi-lagi! Tapi tampaknya dia nggak mendengar dan malah melanjutkan, “I’m blogging you, Ivan. Please, lend me your report only for today. And I’ll return it to you by 6. Ok, I promise—this is the last time. I’ll do it myself next time. You know that I’m no good in Java blogramming, rite?”
Huh, kali ini si Peng Ho yang minta report project Java pekan kemarin. “But Peng Ho, you know best that bloginality—oops, I mean originality—counts, don’t you?” Aah, kali ini malah lidahku yang keseleo.
“Ya, I promise. Indeed, I respect bloginality as I’m against piracy to all kinds. You must know it very well. So, I will change and rephrase it accordingly.” Tampaknya Peng Ho benar-benar belum ngerti tentang orisinalitas.
Aku langsung menyuruh Peng Ho untuk diam, karena dosen Communication Principles sudah datang. Ah, lega, pikirku. Kalau kuliah, nggak mungkin ada “blog” yang nyasar.
Tapi lagi-lagi tebakanku salah. “So, you need to take the blogarithm of this ratio, and use the unit of dB. This is what we call SNR—Signal-to-Noise Ratio.”
Aaaaaaaaaaaaah, tidak. Rasanya kepala ini mau pecah. Selesai kelas itu, aku langsung mendinginkan kepala di library. Harusnya di sini sudah nggak ada “blog”. Minimal istirahat dulu sebentar. Aku mengambil tempat di sofa di lantai dasar, dekat dengan tempat tumpukan koran-koran hari ini. Ada Kompas di situ. Kulihat lembar per lembar. Siapa tahu dengan baca koran, pikiran jadi tenang, pikirku.
Tapi yang ada di headline malah “Negara Rugi Rp30 Triliun Akibat ‘Illegal Blogging’”. Di halaman lain ada lagi “Akbar Tandjung Sebaiknya Jujur Soal ‘Bloggate’” dan “Gubernur Tolak Blogalisasi Judi.” Masih dengan pikiran ruwet, ada orang berkaos Chelsea lewat. Aku memerhatikan nama punggungnya: Blogba! Didier Blogba?
Ini sudah batasnya. Ada apa dengan hari ini? Kenapa semuanya jadi “blog”? Aaaaaaaaah. Aku berharap ini semua mimpi. Kucubit pipi kiri. Belum cukup, pipi kanan juga. Aduh, sakit. Lalu, kucoba menggoyang-goyangkan kepala. Ayo, kalau ini mimpi, sadar Ivan! Nggak sengaja, aku malah jatuh dari sofa. Gedeblog! Aah, bahkan suara orang jatuh saja ada “blog”-nya!
* * *
Aku terbangun. Kaget, dan nafas masih tersengal-sengal. Tiga detik aku terdiam sampai aku sadar bahwa aku masih di tempat tidur. Ah, alhamdulillah. Ternyata mimpi. Berarti, ini karena aku benar-benar terlalu banyak ngeblog. Ok deh, insaf.
Aku kemudian bersiap-siap untuk bangun ketika HP berdering. Dari Daus rupanya. “Ya, halo. Kenapa Us?
“Eh, jadi nonton Blogback Mountain gak malem ini?”
Singapore,
Kamis pagi, 31 Agustus 2006
Disclaimer:
1. Kisah ini hanya fiksi sebenar-benar fiksi. Kebanyakan pencarian kata-katanya hanya dipas-pasin sama the magical word—blog. Apabila ada kesamaan nama atau tempat, maka hanya kebetulan saja.
2. Terima kasih buat Enda Nasution dan semua orang yang sudah memberi komentar di artikel “Blogging Glossary” yang menjadi sumber inspirasi tulisan ini.
3. Tulisan ini hanya selingan, terutama buat seorang teman yang merasa bosan dengan tulisan saya yang selalu bernada serius.